Harus saya akui ini adalah tulisan pertama saya di tahun 2019 setelah sebelumnya membuat komitmen akan update minimal satu tulisan setiap bulannya. Anehnya, saya kok bikin review buku kumpulan cerpen “Cerita Buat Para Kekasih” karya Agus Noor. Artinya saya tidak punya banyak bahan. Meskipun sebenarnya sudah ada beberapa draft tulisan. Tapi menurut saya topik tersebut sudah out of date. Jadi sudah tidak begitu relevan sehingga kurang begitu menarik untuk dibahas.
Bagi yang mengenal saya, cerpen bukanlah salah satu bacaan favorit. Buku berjenis motivasi/psikologi, biografi, light novel, dan novel merupakan bacaan favorit saya. Kalaupun cerpen, paling yang sering dibaca adalah kumpulan kisah 1001 malam sejenis Abu Nawas dan kawan-kawannya. Pokoknya cerpen-cerpen ringan yang tidak perlu mikir untuk memahami bacaannya.
Lalu kenapa saya sampai membaca buku kumpulan cerpen “Cerita Buat Para Kekasih” ini? Karena ada wanita cantik yang berbaik hati meminjamkan bukunya. Mungkin dia mau meracuni saya.
Wanita memang selalu berbahaya, karena kita tak pernah tahu apa yang dipikirkannya.
– Seorang Wanita & Jus Mangga
Cukup basa-basinya.
Nampaknya buku ini berisi cerpen kisah-kisah cinta dibalut dengan bahasa sastra tingkat tinggi. Itu adalah kesan pertama saya ketika pertama kali membaca judul yang tertera dibagian depan covernya. Ternyata saya salah! Ini buku vulgar, bukunya para psikopat!
Memang benar kata pepatah “Don’t Judge a Book by Its Cover”.
Buku ini memiliki tebal 276 halaman dan terdiri dari 31 bagian cerita plus satu biografi singkat penulis. Beberapa diantaranya malah ada yang berbentuk flash fiction atau cerita mini. Sangat singkat. Mungkin cerpen yang belum matang atau memang begitu saja ceritanya. Mungkin format cerita mini memang pendek. Begitu menurut pemahaman saya.
Diakhir setiap cerita selalu ada foto hitam putih yang berfungsi sebagai pemisah antar bagian cerita yang menampilkan sosok penulis maupun seorang wanita yang berpakaian seksi kalau tak mau dikatakan berpakaian lingerie. Sebagian orang mungkin menganggapnya artistik dan eksotik. Tapi bagi saya, pemilihan foto hitam putih ini berguna untuk menambah kesan dark, suram, dan kelamnya cerita-cerita yang ada dalam buku ini.
Ini bukan buku tentang cinta, tapi tentang cerita para psikopat!
Untuk ceritanya sendiri boleh dibilang…
Beberapa keren sekali…
Beberapa sulit dimengerti…
Beberapa membuat ketiduran…
Dan beberapa lagi hanya penulis dan Tuhan yang tahu maksudnya.
Setidaknya itulah kesan saya setelah tuntas membaca keseluruhan isi buku ini. Ada beberapa cerita yang menurut saya keren karena ending-nya memiliki plot twist yang ‘wow’, tak dapat ditebak. Macam cerita Sherlock Holmes saja. Favorit saya, “Seorang Wanita & Jus Mangga”, “Cocktail”, dan “L’abitude”.
El tak pernah tahu, Dul telah memasukkan tusuk gigi dari bambu – dia pilih yang ujungnya paling runcing – dan menaruh tusuk gigi itu di dalam sedotan minuman itu.
– Cocktail
Ada juga beberapa cerita yang memaksa saya harus membacanya berulang kali agar dapat menangkap isi ceritanya. Mungkin, memaksa pembaca agar cepat tertidur. Atau mungkin hanya penulis dan Tuhan yang tahu maksudnya. Yang jelas, saya tidak mengerti! Bisa saja, tingkat literasi saya yang rendah.
Namun dari sekian banyak cerita yang dark dan vulgar, ada juga cerpen tentang isu-isu sosial seperti kisah “Ibu Negara dan Kupu-Kupu”, “Nyonya Fallacia”, “Matinya Seorang Demonstran”, “Kalung”, dan “Hari Baik untuk Penipu”.
Dulu ia mengenal jalan ini sebagai Jalan Sutowijayan. Kini bernama Jalan Munarwan. Pecundang memang sering kali lebih beruntung.
– Matinya Seorang Demonstran
Lalu apakah buku ini bagus? Memang bagus. Tapi jika ada yang bertanya apakah saya menyukai buku ini? Tidak, saya tidak terlalu menyukainya. Mungkin bukan selera saya. Namun saya masih menyukai beberapa cerpen di dalamnya.
Jika boleh memberikan penilaian, saya akan berikan nilai 6/10 untuk buku kumpulan cerpen “Cerita Buat Para Kekasih” karya Agus Noor ini. Tidak tinggi, tidak juga rendah. Sedang lah. Soalnya beberapa kisahnya tidak saya mengerti dan beberapa cerita seperti pengantar tidur, membosankan. Alur cerita yang gampang tertebak dan hanya mengandalkan kekuatan diksi bak puisi untuk membuat ceritanya lebih hidup.
Apakah saya kapok jika disuguhkan buku yang serupa? Tidak, saya tidak kapok. Malah saya penasaran. Bukankah dengan membaca kita sedang membuka cakrawala dunia?
Bagi para pencinta karya Agus Noor mungkin saja review ini terkesan mendiskreditkan karya beliau. Mohon maaf. Bagi yang belum pernah membacanya, saya sarankan untuk sedikit lebih lama meluangkan waktu untuk memahami bacaannya. Mungkin saja Anda termasuk pembaca pemula seperti saya.
Oh ya hampir terlupa. Terima kasih buat wanita cantik berkutek pemilik buku ini yang telah bersedia meminjamkannya. Love you 😉
Tinggalkan Balasan